Menjauhkan Diri dari Perkara yang Sepele Pesan Baru

Oleh: Ust. Abu Ayuub

Perjalan seorang muslim adalah perjalanan yang sangat panjang sehingga sangat membutuhkan perbekalan yang memadai, keadaan jalan yang berliku dan penuh onak mengharuskan kita kuat dan sabar terlebih lagi perjalan itu bukan ditempuh sendirian, melainkan banyak berhubungan dengan lingkungan sekitarnya sebagai konsekuensi bahwasanya manusia sebagai bagian dari alam ini yang tidak bisa dipisahkan, apalagi kalau kita melihat didalam ajaran agama islam maka kita akan mendapati begitu banyak amal yang hanya bisa terealisasi dengan berbaur dengan msayarakat, misal sabar, dermawan, kecintaan, dakwah, shalat dan lain-lain sampai dengan tersenyum. Perjalanan hidup ini akan berakhir di finish juga tidak sendirian, Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:

Dan orang-orang yang bertakwa kepada Allah dibawa ke dalam syurga berombong-rombongan (QS AZ Zumar: 73).

Ketika rombongan terus berjalan kemudian ada duri yang tersandung di kaki kita lalu kita sibuk mencabut duri tersebut tentu mungkin duri itu tercabut tetapi ingat, rombongan telah jauh meninggalkan kita bahkan mungkin tidak terlihat lagi sehingga kita tidak tahu lagi kemana arah perjalanan kita. Betapa banyak manusia disibukan denga duri-duri kecil dari jalan yang hendak mereka tempuh, tujuan yang hendak mereka cari serta jalan yang telah mereka tentukan dan meraka tapaki.

Pernah kudengar ada seorang yang marah-marah atau langsung bermuka merah pada saat dia dipanggil dengan panggilan yang kurang disenanginya, tidak disebut gelarnya ataupun panggilan-panggilan yang dirasakan kurang menghargainya. Atapun juga dia dipandang dengan pandangan peremehan, terkadang pula terjadi karena orang-orang berlaku cuek kepadanya, tak menghargai kelebihannya atau tidak terpenuhi hak-haknya, itulah yang saya maksud dengan duri-duri kecil itu.

Seorang Yahudi yang membawa seekor anjing melintasi Ibrahim bin Adham seraya berkata: “ Wahai Ibrahim apakah jenggotmu itu lebih suci dari ekor anjing ini?” Ibrahim menjawab: “ Seandainya jenggotku berada disurga tentu jenggotku lebih suci dan lebih mulia dari ekor anjingmu, tapi jika jenggotku berada dineraka tentu ekor anjingmu lebih suci dan lebih mulia dari jenggotku”. Akhirnya Yahudi tersebut masuk islam dan sebelumnya mengatakan: “ Ini adalah akhlak para Nabi.”

Suatu ketika Al Masih ditanya: Kenapa engkau selalu berbuat baik kepada kaummu padahal mereka selalu menyakitimu?”. Ia menjawab: “ Setiap orang menyumbang dengan sesuatu yang dimilikinya.

Umar bin Abdul Aziz pernah barjalan disuatu masjid lalu kakinya menginjak kaki seseorang tanpa sengaja, lalu orang tersebut mencak-mencak dan berkata: “ Apakah kamu buta?”. Sang kholifah menjawab: “tidak”. Sedangkan orang-orang hendak memukuli orang tersebut karena ketidak sopanannya kepada sang khalifah, tetapi sang khalifah melarangnnya dan mengatakan: “ Orang tadi hanya bertanya dan aku sudah menjawabnya”.

Para Murabi senantiasa menasihati mutarabinya: “ Jadilah kalian seperti pohon disaat menghadapi orang lain, mereka melemparinya dengan batu namun ia malah membalas melempar dengan buah yang enak dan lezat”.

Hasan Al Bashri laksana pohon, telah sampai berita kepadanya bahwa si fulan mencaci makinya, menggunjingnya, tetapi beliau malah mengirim senampan buah-buahan seraya berpesan “ Buah-buahan ini adalah balasan dari apa yang telah engkau katakan dan imbalan atas apa yang telah engkau perbuat”. Selanjutnya Al Hasan menghapus semua perbuatan orang tadi dari memorinya dan mencabut keburukan orang tersebut dari perasaannya.

Diriwayatkan bahwa Umar bin Khathab pernah melihat seorang yang mabuk, ketika ia hendak menagkapnya untuk dijatuhi hukuman, maka si pemabuk tadi marah dan mencaci makinya. Lalu Umar tidak jadi menangkapnya. Ia pun ditanya: ”Wahai Amirul Mukminin, saat orang tadi mencaci-makimu engkau malah membiarkannya”. Beliau menjawab: ”Orang tadi telah mebuatku marah, seandainya aku menghukumnya tentu aku telah membela diriku. Aku tidak ingin menghukum seorang muslim hanya untuk membela diri sendiri”.

Khalifah Al Ma’mun adalah seorang khalifah bani ‘Abbas yang menguasai dunia, sebuah cerek jatuh dari tangan seorang budak miliknya saat menuangkan air untuknya. Tanda-tanda kemarahan mulai tampak dari sorot mata sang khalifah. Budak tadi berkata:” Wahai Amirul Mukminin…” dan orang-orang yang menahan amarahnya [QS. Ali Imran: 134]. Al Ma’mun kemudian menjawab : “ Aku telah menahan amarahku.” Budak tadi melanjutkan: “Dan mema'afkan (kesalahan) orang [QS. Ali Imran: 134]. Al Ma’mun berkata: “Aku telah memaafkanmu”. Budak tadi melanjutkan ayatnya: “ Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan” [QS. Ali Imran: 134]. Sang khalifah berseru:” Engkau bebas dengan mengharap wajah Allah”.

Rabi’ bin khutsaimah pernah membeli seekor kuda seharga 30.000 dinar, pada saat kuda tersebut diikat dan Rabi’ melaksanakan shalat, ternyata kudanya dicuri orang. Ketika sadar bahwa kudanya telah dicuri maka beliau berdoa kepada Allah : ”Ya Allah bila pencuri itu salah maka berilah petunjuk kepadanya, tapi jika pencuri itu seorang yang miskin maka berilah ia kecukupan”. Ia mengucapakan do’a tersebut tiga kali.

Wahai orang-orang yang bersungguh-sungguh untuk tujuan yang mulia, sempurnakanlah kesungguhan anda dengan sifat ini. Janaganlah anda disibukan dengan sesuatu yang remeh, janganlah memukul setiap lalat yang melintas didepan hidung anda , janganlah anda menoleh setiap ada anjing yang menggonggong, dan setiap musuh yang mengelabui anda. Jangan hal-hal sepele menghalangi anda untuk menyusul rombongan dan berjalan bersama mereka.

Betapa banyak orang dibikin capai oleh sebuah pandangan bahkan terbunuh akibat sebuah ucapan. Ingatlah sifat mulia yang merupakan perhiasan Ibadurrahman:

Dan hamba-hamba Allah yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan [QS. Al Furqon: 63]. Begitu pula sifat calon orang-orang yang menjadi penghuni Al Firdaus , Allah berfirman:

Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna [QS. Al Mu’minun: 3].

Hanya kepada Allahlah kita memohon hidayah dan kekuatan serta kemudahan didalam perjalanan ini.

# Banyak dikutip dari buku Bawa’itsusurur karya Dr. Kholid Umar Ad Dasuqi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar